MASJID GEDHE KAUMAN
JOGJAKARTA
Keraton Sultan Jogja |
Setelah penat menziarahi
Keraton Sultan Hamengku Buwano ke 11, Gabenor Jogjakarta masa kini, hamba mahu
kembali ke Malbioro untuk berglosir. Sambil berjalan kaki itu, hamba singgah
sebentar ke sebuah masjid yang nampak sederhana sahaja. Masjid itu bernama Masjid
Gedhe Jogjakarta. Masjid tertua yang dibina
oleh Kerajaan Islam Ngayogyokarto Hadiningrat atau Kasultanan Jogjakarta.
Masjid Gedhe dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana I Senopati ing Ngalogo
Abdurrahman Sayidin Panatagama Kalifatullah ing Ngayogyokarto. Masjid Gedhe
didirikan pada tanggal 29 Mei 1773 ( dalam prasasti : Pada hari Ahad Wage, 6
Robiul’akhir tahun Alip, sengkalan :“GAPURA TRUS WINAYANG JALMA” ( 1699
Jw.=1187 H=1773M). Arkiteknya bernama Kyai
Wiryokusumo.
Masjid Gedhe Jogjakarta |
Sri Sultan Hamengku Buwana I sebelum
jadi raja, ia seorang muslim yang taat mengerjakan solat, puasa wajib dan puasa
Isnin Khamis. Beliau sangat berani dalam hal-hal amal makruf nahi mungkar seperti membenteras kemaksiatan,
menegakkan keadilan dan kebenaran, serta melawan penjajahan. Ketika perang
gerilya melawan Belanda, ia mumbuat pos-pos kawalan untuk pasukannya dilengkapi
dengan Mushola. Oleh karena itu, maka ketika Sri Sultan Hamengku Buwana I jadi
raja, maka di samping membangun keraton, ia pun juga mengutamakan membangun
masjid jamek, sebagai tempat ibadah raja bersama rakyatnya. Dengan demikian,
maka pada tahun 1773 M, Sri Sultan Hamengku Buwana I berhasil membangun masjid
yang diberi nama awal dengan Masjid Gedhe, kemudian masjid itu dikenal pula
dengan nama Masjid Agung, dan Masjid Besar, pada akhir ini ditetapkan sebagai
Masjid Raya Daerah Istimewa Yogyakarta. Adapun letak Masjid Gedhe di sebelah
barat laut Kraton Jogjakarta.
Dalam rangka memakmurkan Masjid Gedhe, kepengurusannya
dipegang oleh Penghulu Kraton, dibantu oleh Ketib, Modin, Merbot, dan Abdi
Dalem Pamethakan serta Abdi Dalem Kaji Selusinan dan Abdi Dalem Barjamangah.
Mereka itu sebagian ditempatkan di lingkungan sekitar Masjid Gedhe, yang kemudian
berkembang menjadi sebuah kampung bernama Pakauman ( tempat para Kaum =
Qoimmuddin = Penegak Agama ). Dengan demikian Masjid Gedhe menjadi makmur,
sebagai pusat berjama’ah dan juga menjadi pusat pengkajian serta pengadilan
agama Islam di Jogjakarta. Masjid Gedhe Kauman Jogjakarta mempunyai ciri-ciri tradisional
Jawa, iaitu beratap tumpang tiga, dengan mustaka menggambarkan daun kluwih dan
gadha. Arti makna atap tumpang tiga ialah tahap kehidupan manusia dari Hakekat,
Syari’at, dan Ma’rifat, kemudian makna daun kluwih adalah Linuwih= punya
kelebihan yang sempurna, dan Gadha berarti tunggal= menyembah Tuhan Yang Maha
Esa, makna keseluruhan ialah bila manusia sudah sampai Ma’rifat, hanya
menyembah kepada Allah Swt. yang Tunggal ( taukhid ), maka manusia itu punya
kelebihan kesempurnaan hidup. Dengan demikian siapa saja yang ikhlas ke masjid
untuk ibadah kepada Allah Swt., maka akan selamat dunia akhiratnya.
Pesan spiritual: Dunia ini negeri khidmat dan ibadat bukan negeri untuk mengambil nikmat dan syahwat.
Comments